KAHFI, BUKAN SEKOLAH BIASA
KAHFI, BUKAN SEKOLAH BIASA
Jika ada pengumuman
sekolah diliburkan, serentak kami akan bergumam, “Ya, kok libur, kapan lagi masuknya?”
Baru kali ini ada sekolah yang membuatku ketagihan. Rasanya
ingin masuk terus tanpa ada jeda libur. Jika kami datang dengan sejuta rasa
lelah maka dijamin akan keluar dengan wajah berseri-seri, penuh energi, dan
senyum kemenangan. Seolah-olah ada kekuatan mahadasyat yang menyihir dan
membawa kami beralih ke alam lain.
Sebuah alam yang dipenuhi kesenangan, kesyukuran, keceriaan, maupun kepasrahan.
Jika kami datang dengan sejuta beban di pundak dan masalah yang terlanjur
kusut, maka satu persatu beban diangkat, masalah diurai, pemecahan disarankan,
dan semangat disuntikkan.
Boleh percaya atau tidak, semua ilmu yang kami dapat disini
GRATIS. Tanpa biaya kuliah sama sekali. Padahal, jika kita mau bandingkan
dengan sekolah-sekolah sejenis yang ada di luar, untuk mendapat ilmu yang sama,
kocek senilai puluhan juta harus rela melayang.
Sebegitu dasyatnyakah sekolah ini? Ya memang dasyat. Tidak
ada buku resmi yang kami pakai. Semua materi disusun langsung oleh guru besar
kami, Om Tubagus Wahyudi yang akrab disapa dengan panggilan Om Bi. Dari kuliah perdana
saja, aku langsung terkagum-kagum dengan cara pembelajaran yang digagas oleh Om
Bi.
Sebelum diterima kami
harus mengikuti rangkaian seleksi. Kuliah Perdana sekaligus seleksi masuk tahap
pertama digelar dalam bentuk seminar yang dilaksanakan di Aula Student Center UIN Syarif Hidayatullah
Ciputat, sekitar pertengahan tahun 2011. Dan satu pesan yang paling berkesan
dari Om Bi siang itu adalah tentang “esensi mengakui kelemahan diri sendiri.”
Begini ceritanya.................
Om Bi menawarkan beberapa orang maju ke panggung. Beliau
berkata akan mengajarkan salah satu tips “public speaking”. Panggung terletak
ditengah penonton. Kira-kira ada 300 pasang mata memusatkan perhatiannya ke
arena ini. Tawaran ini lebih mirip tantangan. Bagaimana tidak? Kami harus
berhadapan dengan tatapan-tatapan itu. Pernah aku memaksa menerima tantangan
semacam ini pada acara motifasi lain, rasanya tubuh ini semakin kecil, kecil
dan terus mengecil. Tiba-tiba saja jiwa dan tubuh ini jadi mengkerdil.
Rasa yang sama kembali muncul. Sisi setan dan malaikat saling
adu kekuatan. Setan terus menekan sisi kepercayaan diriku, sementara malaikat
menyerang balik, meminimalisir tekanan setan, dan terus menumbuhkan rasa PD
itu. Dan akhirnya, seorang bapak berumur sekitar 30 tahunan mengambil kesempatan
itu, jadilah setan menang dalam pertempuran dengan arena alam pikiranku
sendiri. Satu kesempatan melayang sudah....hemmmmm!!! Ternyata Bapak ini sudah
sanggup mengalahkan sisi setan dan memenangkan sisi malaikat dalam dirinya.
Bapak ini lantas mulai bicara. Sepatah dua patah kata, nada
bicara masih lancar. Mulai kata-kata ketiga, tangan si Bapak terlihat agak
gemetar. Cara bicaranya pun tak selancar di permulaan. Bapak itu masih mencoba Ja-im, berusaha menutupi rasa groginya. Melihat
gelagat ini, Om Bi menyuruh Bapak untuk rileks sejenak, lantas Bapak tadi
diminta untuk mengungkapkan rasa groginya. Tidak tanggung-tanggung,
mengungkapkan ke empat penjuru sekaligus, utara, selatan, barat, dan timur.
Kurang lebih begini kata-kata si Bapak:
“Bapak, ibu, adik,
kakak sekalian...se..sebenarnya saya grogi maju ke panggung. Lihat tangan saya
gemetar, kaki saya gemetar, keringat dingin juga keluar. Sa..saya juga nggak
tahu harus ngomong apa di depan sini, sa..saya grogi.” (pada penonton di sisi
utara)
“Bapak, ibu, adik,
kakak sekalian...se..sebenarnya saya punya trauma maju ke panggung. Di sini
saya ingin menghilangkan rasa takut itu. Dan menurut saya, memberanikan diri
maju ke panggung itulah caranya” (pada penonton di sisi barat)
“Saya gemetaran, kadang
tiba-tiba jadi pingin ke belakang (sontak penonton tertawa), karena saking
takutnya Pak, Bu. Jantung saya rasanya mau copot.” (Pada penonton di sisi
selatan)
“Huh....begitulah kalau
Bapak Ibu tahu bagaimana takut dan groginya saya ketika di depan. Dan sekarang
yang ingin saya lakukan adalah mengurangi atau mungkin menghilangkan rasa grogi
itu. Saya ingin tidak lagi kesulitan dalam menyampaiakn ide-ide dan gagasan”
(pada penonton di sisi timur)
Sampai pada kata-kata tadi, kami melihat perubahan drastis
dari cara bapak itu bicara. Om Bi bertanya pada Bapak tadi tentang rasa
groginya. Bapak itu memberi jawaban yang sungguh di luar dugaan kami.
“Iya Om, tiba-tiba rasa
grogi saya hilang, entah mengapa dengan mudahnya kata-kata tadi keluar. Tangan dan
kaki saya juga tidak lagi gemetar. Seperti ada kekuatan baru yang muncul.”
“Kekuatan itu muncul ketika Anda mengakui ketidakmampuan dan
kelemahan diri, tetapi ketika Anda berusaha menutupi kekurangan tadi, justru
rasa grogi itu semakin menggunung bukan???” tanya Om Bi Balik.
Tepuk tangan penonton kontan membahana. Acara pun dilanjutkan
dengan bumbu-bumbu lain yang membuat suasana makin asyik. Kami semua penasaran
dengan materi-materi lain yang akan disampaikan oleh beliau. KAHFI Motivator School mengajarkan
ilmu-ilmu kehidupan yang bisa langsung kami praktekkan begitu keluar ruang
belajar. Manusia adalah objek belajarnya. Jadi dimanapun dan kapanpun akan
menjadi tempat belajar kami karena dimana-mana kami bertemu dengan makhluk yang
satu ini. Ya..ya, nah aku sendiri kan juga manusia.Hehe.. ..Tunggu cerita selanjutnya seputar kisah-kisah inspiratif
dari sekolah ini! Salam semangat.
a nice story .. :)