CITA-CITA atau TUJUAN

CITA-CITA atau TUJUAN?

Sukses karena bahagia atau bahagia karena sukses?

Di awal obrolan, telah disinggung mengenai kompetisi akbar yang tengah kita hadapi. Dan betapa jiwa pemenang sudah Allah ajarkan kepada para anak manusia di awal periode kehidupan. Untuk melanggengkan kemenangan sampai akhir pertandingan, salah satu kiat jitu yang bisa diterapkan adalah tahu persis apa tujuan akhir yang jadi sasaran. Ibarat pertandingan bola, kalau kita tahu di mana letak gawangnya, strategi tercanggih akan diarahkan untuk menggiring bola ke mulut gawang, tetapi jika letak gawangnya saja tidak jelas, bola hanya akan berputar-putar di lapangan tanpa punya tujuan pasti. Kalau begini jadinya, pertandingan akan kacau, dan tidak akan terdengar suara teriakan paling indah dalam sejarah kesepakbolaan, Goooollll!!!

Lantas apa tujuan kita? Saya teringat salah satu doa yang diajarkan oleh guru mengaji waktu TPA , Mbah Kiai Toha (semoga limpahan rahmat selalu tercurah pada beliau). Doa sederhana yang mempunyai kedalaman makna yang teramat indah.

Rabbanaa, atinaa, fiddunya khasanah, wa fil aakhirati khasanah, waqina 'adza bannar

"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa neraka".

Doa ini kami lantunkan keras-keras setiap habis mengaji. Setelah sekian belas tahun berlalu, baru sekarang saya paham maknanya. Doa ini kompas yang akan menuntun manusia mencapai tujuan hakikinya. Bahagia dunia dan akhirat. Apakah mudah merealisasikannya? Sangat mudah jika kita tahu, paham, lalu mengamalkan ilmunya.

Permasalahannya mengapa bahagia kadang sulit dicapai? Dan rasa-rasanya bahagia punya begitu banyak syarat. Seorang pelajar mensyaratkan nilai seratus untuk kebahagiannya. Seorang artis mensyaratkan popularitas, seorang pengusaha mensyaratkan keuntungan, seorang politikus mensyaratkan banyaknya suara, dan sarat-syarat kebahagiaan yang lain. Kalau bahagia bisa diraih tanpa tata syarat yang rumit, kenapa tidak?

Coba kita simak perjalanan seorang pencari kebahagiaan. Sebut saja namanya Upik, waktu pesta kelulusan SD digelar, ia punya keinginan yang kuat untuk masuk SMP terfavorit di kotanya. Dia berkata, "Aku bahagia jika berhasil masuk sekolah itu". Waktu terus bergulir, dan tibalah di pesta kelulusan SMP. Dia pun punya keinginan untuk kembali masuk SMA favorit. Ia pun berkata, "Aku bahagia jika berhasil masuk SMA ini". Saat kelulusan SMA, bahagia adalah diterima di perguruan tinggi ternama pada jurusan yang diimpi-impikan. Si Upik makin dewasa. Definisi kebahagiaan pun mulai dimodifikasi. Ia mulai bekerja pada sebuah perusahaan ternama dengan posisi yang lumayan berkelas. Kebahagiaan kini beralih ke peningkatan jabatan. Selain peningkatan jabatan ia mengukur kebahagiaan dari sudut materi. Bahagia jika telah membeli rumah, setelah rumah terbeli, syarat baru berlaku lagi, bahagia jika berhasil membeli mobil, dan begitu seterusnya, ketika satu hal tercapai akan muncul keinginan pada hal lain, yang sebenarya berujung pada pencarian rasa bahagia.

Suatu ketika, Upik mengalami pukulan hebat. Perusahaan tepatnya bekerja mengalami kebangkrutan, dan semua yang ia bangun di awal karir hancur pula. Rasa kecewa yang dialaminya begitu hebat. Karena Upik menggantungkan letak kebahagiaan pada suatu syarat, maka jika syarat itu tidak terpenuhi, hilanglah kebahagiaanya.Lalu bagaimana agar bahagia selalu ada di hati?

Selama ini kita belum memberikan perbedaan jelas antara cita-cita dan tujuan. Tujuan adalah titik akhir perjalanan seseorang, sebelum tiba di titik akhir ada sub-sub bagian yang akan kita tempuh bernama cita-cita. Dengan kata lain, cita-cita adalah rangkaian proses menuju tujuan akhir. Sebenarnya ada cara langsung untuk merasakan kebahagiaan tanpa syarat. Apakah itu?

Ya, betul sekali. Pindahkan tujuan akhir di setiap proses pencapaian cita-cita. Letakkan kebahagiaan dalam setiap proses karena pada kenyataannya proses memakan waktu lebih lama daripada hasil. Sebagian besar teman lelaki saya adalah penggila sepak bola. Puncak kehebohan tercipta saat tim andalannya berhasil mencetak gol. Saya amati, dari 2x45 waktu pertandingan, alokasi waktu untuk terjadi sebuah gol sangat minimal. Satu gol hanya membutuhkan waktu lima detik bahkan kurang.

Sebagian besar waktu yang ada justru dialokasikan untuk sebuah proses. Bagaimana penyerang berlari menerobos pasukan bertahan lawan? Bagaimana pemain bertahan tim menghalau serangan balik yang diluncurkan. Bagaimana seorang pelatih merencanakan strategi unggulan untuk timnya, bagaimana kiper mengerahkan tenaganya untuk melakukan penjagaan pada garis pertahanan akhir, gawang, dan bagaimana para pemain melakukan latihan fisik dan mental untuk mempersiapkan perlawanan terbaiknya?

Jika gol hanya memakan waktu lima detik, maka sebuah proses untuk menciptakan gol membutuhkan waktu berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan betahun-tahun. Lantas jika kebahagiaan itu digantungkan pada titik akhir sebuah proses, maka kebahagiaan hanya dirasakan sekian detik saja. Wah, betapa ruginya kita!

Saya kos di Kalimangsa, sebuah kawasan padat penduduk di pinggirang Tangerang Selatan. Lokasinya tepat di belakang kampus STAN. Jika dihitung, jumlah mahasiswa yang ada lebih mendominasi dibanding pendududk asli. Pada saat piala dunia 2010 digelar, acara nobar (nonton bareng) jadi favorit mahasiswa setelah penat beraktifitas di kampus. Yang paling unik, gelombang teriakan akan terdengar kompak dan saling bersahutan. Rumah kos-kosan yang berdempetan menyebabkan suara satu kelompok nobar akan terdengar oleh kelompok nobar lain hingga beberepa rumah ke depan, belakang, samping kanan dan kiri. Gelombang suara pecah menciptakan efek domino. Teriakan di satu kos-kosan akan disusul oleh teriakan di kos-kosan lain. Apalagi untuk adegan dekat-dekat gawang atau saat injury time. Parahnya jika dua kos yang berdekatan punya tim unggulan yang beda . Satu kelompok Nobar tepat di depan kosan berteriak, "Yeeeeee!!!!". Dan kelompok nobar yang lain membalas, "Huuuuu....!!!". "Yeeee...", "Huuuu..."####

Iseng-iseng saya tanyakan pada salah seorang teman yang gandrung bola. "Kalau mau tahu hasil pertandingan tinggal lihat koran atau nonton berita TV juga bisa kan? Tak usah menghabiskan malam untuk begadang? Atau nonton siaran ulangnya? Atau nonton waktu gol saja?"

"Tidak bisa", begitu jawabnya. Menurutnya yang dicari dari sebuah nobar Piala Dunia 2010 bukan hanya tim mana yang menang dan kalah atau berapa jumlah gol yang dicetak. Yang asyik dari sebuah nobar bola adalah sensasi deg-degan alias rasa tegang yang muncul, rasa penasaran, takut, khawatir, senang, sedih yang menghantui penonton selama durasi penanyangan.

Dari pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tanpa sadar, manusia menyenangi tantangan. Menikmati tantangan adalah bagian dari cara menikmati proses. Rasa deg-degan ternyata dirindukan. Terkait dengan rasa deg-degan,salah satu agenda favorit mahasiswa setiap akhir semester adalah jalan ke DuFan, untuk wahana semisal ini, banyak dipilih oleh mereka-mereka yang berkantong lumayan tebal. Nah, kalau diamati, teman-teman yang datang ke DuFan ingin berburu sensasi deg-degan. Itulah mengapa banyak orang antri naik halilintar, kora-kora, tornado atau hysteria . Sensasi kejutan, takut, dan khawatirlah yang ingin mereka rasakan. Sampai-sampai saya punya teman yang mabok naik kora-kora, tapi di kesempatan berikutnya ia ketagihan mau mencoba ulang. Ternyata, kita merindukan dan menanti-nanti rasanya deg-degan, ibarat masakan inilah sensasi pedasnya.

Suatu kali teman saya bertanya pada uztad kami, saya pikir ini pertanyaan yang agak nyeleneh tapi luar biasa jawabannya, "Uztad kenapa Tuhan menciptakan setan, padahal jika setan tidak diciptakan dunia akan aman tentram, dan semua manusia bisa masuk surga?"

Seulas senyum mengembang dari bibir beliau, sambil membenarkan letak pecinya, beliau menjawab, "Le, ibaratkan kamu main bola di stadion, tapi permainanmu lain daripada yang lain. Sebuah pertandingan bola tanpa penonton, tanpa tim lawan, dan tanpa wasit. Kamu tendang bolanya kesana kemari, kamu masukkan ke gawang, lantas kamu bersorak, Gooooolllll!!! Kamu ambil lagi bolanya lalu kamu tendang berkali-kali ke gawang dan berkali-kali kamu teriakkan kata-kata Golll!!!!! Apakah pertandingan macam ini yang kita harapkan? Seru? Hmm...nampaknya, acara nobar akan mati suri jika pertandingan bola jadi begini."


Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu
(QS Ibrahim:7)

Menikmati suatu proses adalah seni hidup. Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Malam dengan siang. Laki-laki dengan wanita. Panas dan dingin. Sehat dan sakit. Sulit dan Mudah. Tawa dan tangis. Inilah anugerah terindah yang diberikannya pada umat manusia. Jika hanya ada kaum lelaki tanpa wanita, bagaimana generasi baru akan tumbuh? Jika hanya ada malam tanpa siang bagaimana tumbuhan berfotosintesa? Jika semua sehat dan tak pernah sakit, bagaimana manusia dapat merasakan nikmatnya sehat? Jika semua serba mudah tanpa rasa sulit, bagaimana kita tahu arti perjuangan?

Panas dan dingin hanya pembanding. Bayangkan jika suhu bumi tetap berkisar 28 derajat Celcius, tanpa pernah naik maupun turun. Tak ada istilah panas atau dingin. Rasanya sama saja. Tiada gradasi. Panas dan dingin membuat kita bisa merasakan betapa nikmatnya kesejukan. Rasa sakit membuat kita tahu betapa nikmatnya kesehatan. Rasa sulit mengajarkan kita betapa indahnya kemudahan.Kegelapan membuat kita tahu betapa nikmatnya cahaya datang.

Oleh sebab itu, jika sekarang kita tengah berjalan diantara rasa sulit, tetap terima, tetap syukuri dan jangan lupa untuk menikmati karena inilah sensasi deg-degan yang Allah hadiahkan. Inilah pembanding yang Allah berikan agar kita dapat merasakan kenikmatan-kenikmatan yang akan menyongsong di akhir perjalanan. Silahkan memilih : bahagia karena sukses atau sukses karena bahagia.

Sukses karena bahagia akan membuat kita berfokus pada kebahagiaan. Koleksi rasa bahagia yang kita semai di setiap langkah inilah yang akan mengantarkan kita pada kesuksesan. Bahagia tidak bersyarat sukses secara materil, pangkat, jabatan, ataupun gelar. Bahagia tidak akan tergantung oleh situasi apapun. Inilah bahagia yang bebas merdeka.

Kalimangsa, 1 Juni 2012

Categories:

Leave a Reply